Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atautraits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, ataustyle approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral.
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni “sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan sebagai kategori perilaku”.
Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai berikut.
“Leadership is a particular type of power relationship characterized by a group member’s perception that another group member has the right to prescribe behavior patterns for the former regarding his activity as a group member”. (Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya sebagai anggota kelompok, pen.).
Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are agents of change, persons whose act affect other people more than other people’s acts affect them”, atau pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya.
Adapun contoh pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for achieving goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses pengaruh antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.
Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992) mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan.
No comments:
Post a Comment