Pentingnya Training K3 Untuk Mengurangi
Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3
yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap
tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting
dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section 4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja
harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas yang berdampak
pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang sesuai,
pelatihan dan / atau pengalaman.Training K3 merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
- Pekerja tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
- Kesalahpahaman terhadap intruksi kerja.
- Tidak mengetahui instruksi kerja.
- Menganggap instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
- Mengabaikan instruksi kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan training
bagi pekerja untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik dan
akibat yang dapat terjadi jika tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan
instruksi kerja.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) menunjukkan bahwa
training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian
pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan
pencampuran dan parameter proses yang disebabkan oleh faktor pekerja,
dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bahaya
reaktifitas kimia. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan budaya
dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada seluruh line management dan pekerja.
Setiap
pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan
tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang diberikan
harus sesuai dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja.
Untuk memastikan bahwa pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung
jawab yang diberikan maka diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari
training yang diberikan. Training tidak hanya diberikan pada pekerja
baru, akan tetapi pekerja lamapun harus diberikan training penyegaran.
Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training tahunan yang
meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai penyegaran (re-fresh training).
Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety competency).
Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki pekerja
untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator
produksi harus memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran
harus mampu melakukan analisa dasar bahan kimia
dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup untuk melakukan
pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada umumnya
training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau
tidak mengandung aspek-sapek K3 (Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety Council, 1985):
- Training untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan, intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
- Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
- Job instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur pembersihan tangki, dst.
- Other method instruction; training untuk trainer, bagaimana mempersiapkan dan melakukan training secara baik.
Sebagai salah satu contoh topik-topik training untuk peningkatan kompetensi pekerja dalam upaya mengurangi poetnsi risiko bahaya kimia adalah seperti terdapat didalam tabel berikut:
No
|
Topik Training
|
Kompetensi
|
Bagian
|
Jabatan
|
Keterangan
|
1 | Prosedur kerja standar dan instruksi kerja |
Pokok
|
Semua
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan disesuaikan dengan departemen masing-masing (SOP/WI) |
2 | Sistem Manajemen K3 |
Pokok/K3
|
Semua
|
Spv s/d manager
|
Pemahaman (SMK3, OHSAS 18001) |
3 | Respon keadaan darurat |
Pokok/K3
|
Semua
|
Semua
|
Pemahaman dan praktek (SOP) |
4 | Bahan kimia berbahaya dan Penaganannya |
Pokok/K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (NFPA, NIOSH) |
5 | MSDS dan Label Bahan Kimia (GHS) |
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (GHS,NFPA, UN) |
6 | Tata Cara Penyimpanan Bahan Kimia di Gudang |
Pokok/K3
|
Gudang
|
Operator s/d Manager
|
Operator – UmumSpv& Mgr – Detil(CCPS, NFPA) |
7 | Penanganan Tumpahan Bahan Kimia |
K3
|
Prod, Gudang dan Lab
|
Operator s/d Manager
|
Operator – praktekSpv&Mgr – + pengetahuan (NFPA, CCPS) |
8 | Bahaya Reaktifitas Kimia |
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS) |
9 | Penanganan BRK |
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Operator s/d Manager
|
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS) |
10 | Managemen BRK |
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman (CCPS) |
11 | Indentifikasi dan analisis BRK |
K3
|
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
|
Spv s/d Manager
|
Pemahaman dan praktek (CCPS) |
12 | Analysis Tools untuk BRK |
K3
|
Lab
|
Spv
|
Pemahaman dan praktek (CCPS, CRW 2) |
Topik
dan isi training harus disesuaikan dengan kebutuhan area kerja atau
tanggung jawab dan tingkatan atau jabatan pekerja, karena umumnya
tingkatan atau jabatan menunjukkan tingkat pendidikan pekerja. Sebagai
contoh, operator bagian produksi memerlukan training keahlian dalam
mengoperasikan mesin produksi, sementara teknisi dari bagian enjinering
memerlukan training keahlian dalam perawatan dan perbaikan mesin
produksi. Supervisor produksi lebih memerlukan training
pengetahuan proses produksi dari pada keahlian dalam mengoperasikan
mesin produksi.
Dari
penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) dapat disimpulkan bahwa
untuk mengurangi kesalahan pekerja yang berdampak pada bahaya kimia, maka diperlukan core competency dan safety competency yang baik. Tabel diatas merupakan topik training yang direkomendasikan untuk meningkatkan core dan safety competency pekerja sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kimia dan bahaya reaktifitas kimia (BRK) ditempat kerja.
Terimakasih informasinya kak, sangat membantu sekali kak
ReplyDelete